selamat datang

selamat datang di blog ini di sini saya akan membahas sesuatu yg luar biasa ku harap teman - teman dapat men support ku

Minggu, 27 Februari 2011

resensi novel anak perawan di sarang penyamun dan biografi Sutan Takdir Alisyahbana

Anak Perawan Di Sarang Penyamun
Judul Novel : Anak Perawan Di Sarang Penyamun
Pengarang : Sutan Takdir Alisyahbana
Penerbit : Dian Rakyat
Tebal Buku : 126 Halaman
Tempat Terbit : Jakarta


ANAK PERAWAN DI SARANG PENYAMUN

SINOPSIS:

Seorang saudagar kaya bernama Haji Sahak akan pergi berdagang ke Palembang. Dari Pagar Alam ke Palembang itu, Haji Sahak membawa puluhan kerbau dan beberapa macam barang dagangan lainnya. Istri dan anak perawannya juga ikut pergi bersamanya ke Palembang.
Di tengah-tengah perjalanan, rombongan Haji Sahak dihadang oleh segerombolan perampok yang di pimpin Medasing. Haji Sahak, dan istrinya yang bernama Nyai Hajjah Andun, beserta rombongan dibunuh oleh perampok itu. Akan tetapi, Sayu, anak perawan Haji Sahak itu tidak mereka bunuh. Kemudian Sayu ikut dibawa ke sarang penyamun itu.
Suatu hari Samad, anak buah Medasing yang tugasnya sebagai pengintai datang ke sarang penyamun. Maksud kedatanganya adalah untuk meminta bagian dari hasil perampokan Medasing. Namun selama Samad berada di sarang penyamun itu, ia langsung jatuh hati pada Sayu yang memang sangat cantik. Secara diam-diam dia berniat membawa Sayu lari dari Sarang penyamun itu. Dan niatnya itu ia bisikan kepada Sayu secara diam-diam. Samad berjanji pada Sayu bahwa dia akan mengembalikan Sayu kepada orang tuanya.
Awalnya Sayu terbujuk oleh rayuan dan janji-janji Samad itu. Dalam dirinya sudah memutuskan untuk ikut lari bersama Samad. Akan tetapi sebelum niat untuk kabur terlaksana, Sayu mulai menangkap gelagat tidak baik dari Samad. Dia mulai ragu dan tidak percaya dengan janji-janji Samad itu. Dihari yang mereka sepakati untuk lari tersebut, Sayu dengan tegas menolak ajakan Samad. Walaupun dengan berat hati untuk sementara dia akan tetap tinggal di sarang penyamun itu.
Setelah berhasil merampok keluarga saudagar Haji Sahak, rupanya dalam perampokan-perampokan Medasing dan kawan selanjutnya sering mengalami kegagalan. Kegagalan perapokan yang mereka lakukan sebenarnya disebabkan karena rencana mereka selalu dibocorkan oleh Samad. Samad selalu membocorkan rencana Medasing kepada Saudagar dan pedagang kaya yang akan mereka rampok. Itu sebabnya, setiap kali mereka menyerang para pedagang atau saudagar yang lewat, mereka pasti mendapat perlawanan yang luar biasa. Para saudagar dan pedagang sudah menunggu Medasing dan kawan-kawannya. Akibatnya anak buah Medasing banyak yang meninggal ataupun terluka parah. Lama-kelamaan anak buah Medasing hanya tersisa seorang saja, yaitu Sanip. Betapa hancur hati Medasing menerima kenyataan pahit ini. Malah hatinya semakin pilu, ketika dalam perampokan yang terakhir kali, Sanip orang yang paling dia sayangi itu meninggal. Medasing sendiri terluka parah. Namun bisa menyelamatkan diri.
Setelah Sanip meninggal dunia, di sarang penyamun itu hanya tinggal Sayu dan Medasing saja. Sewaktu Medasing terlupa parah, Sayu bingung sekali. Persediaan mereka makin menipis. Dengan penuh rasa kekhawatiran dan rasa takut, Sayu mendekati Medasing. Dia tidak sampai hati melihatnya dalam keadaan parah. Hati nuraninya tergerak ingin mencoba merawat luka-luka yang diderita oleh Medasing.
Awalnya Sayu sangat takut dengan Medasing. Antara perasaan ingin menolong dengan perasaan takut berkcamuk dalam hati Sayu, akan tetapi perasaan takut dan benci itu, akhirnya kalah juga oleh perasaannya yang ingin menolong. Dia memberanikan diri mendekati Medasing. Dengan takut-takut dan gemetaran dia mengobati Medasing. Mula-mula mereka berdua tidak banyak biacara, namun lama kelamaan antara Sayu dan Medasing menjadi akrab. Medasing suka membicarakan pengalaman hidupnya. Dari cerita Medasing tentang bagaimana ia sebelum menjadi seorang penyamun yang sangat ditakuti sekarang ini, Medasing bukanlah keturunan seorang penyamun. Medasing keturunan orang baik-baik.
Dulu Medasing anak seorang saudagar kaya. Ayah Medasing yang kaya itu dirampok secara oleh segerombolan penjahat. Kedua orang tuanya dibantai dan dibunuh oleh gerombolan penjahat itu. Dia sendiri, karena masih kecil sekali, tidak dibunuh oleh gerombolan tersebut. Medasing lalu dibawa ke sarang gerombolan. Karena pimpinan penyamun itu tidak punya anak, Medasing begitu disayanginya. Dia lalu diangkat oleh kepala penyamun itu sebagai anaknya. Setelah ayah angkatnya meninggal dunia, pucuk pimpinan gerombolan penyamun langsung dipegang Medasing. Jadi gerombolan perampok yang dia pimpin sekarang ini adalah gerombolan penyamun warisan dari ayah angkatnya. Medasing sendiri tak pernah bercita-cita ingin menjadi penyamun, apalagi menjadi pimpinan perampok. Mendengar cerita itu hati Sayu menjadi luluh juga. Rasa benci dan dendam pada Medasing lama kelamaan menjadi luntur. Kemudian dengan penuh kesabaran dan penuh kasih sayang yang tulus, Sayu merawatnya sampai sembuh.
Persediaan makanan dalam hutan sudah habis. Sayu sangat khawatir akan keadaan itu. Itulah sebabnya dia mencoba mengajak Medasing agar bersedia keluar dari persembunyiannya. dan akhirnya mereka keluar dari hutan menuju kota Pagar Alam. Sesampainya di kota Pagar Alam, keduanya langsung menuju ke rumah Sayu. Tapi sampai di rumahnya, Sayu sangat terkejut, sebab rumah itu sekarang bukan milik mereka lagi, tapi sudah menjadi milik orang lain. Menurut penuturan penghuni baru itu, ibunya sekarang tinggal di pinggiran kampung. Mendengar itu, kedua orang ini langsung pergi menuju ke tempat Nyai Haji Andun. Ternyata Nyai Haji Andun tidak meninggal sewaktu diserang Medasing dan kawan perampoknya. Dia hanya terluka parah dan berhasil sembuh. Sekarang dia tinggal sendirian di ujung kampong dengan keadaan sakit keras. Disaat ibunya sedang kritis, Medasing dan Sayu muncul dihadapannya. Betapa bahagianya Nyai Haji Andun bertemu dengan anak perawan yang sangat dirindukannya itu. Dan rupanya itulah pertemuan terakhir mereka. Menyaksikan kenyataan itu hati Sayu hancur, Medasing sendiri juga hancur hatinya. Kenyataan telah menyadarkan dirinya betapa kejamnya dia selama ini. Dia begitu menyesal. Dia sangat malu dan berdosa kepada Sayu dan keluarganya.
Sejak itu Medasing berubah total hidupnya. Dia menjadi seorang hartawann yang sangat penyayang pada siapa saja. Lima belas tahun kemudian Medasing berangkat ke tanah suci. Kembalinya dari tanah suci, ramai orang-orang kampong menyambut kedatangannya dan Medasing mengubah namanya menjadi Haji Karim. Suatu malam, ketika Haji Karim sedang duduk termenung sambil mengenang masa lalunya yang kelam, tiba-tiba pintu rumahnya ada yang mengetuk. Ternyata orang yang mengetuk pintu itu adalah Samad. Haji Karim masih kenal dengan Samad sebab Samad adalah anak buahnya sendiri yang selalau ia beri tugas sebagai pengintai para saudagar yang sedang lewat sebelum dirampok. Haji karim yang tidak lain adalah Medasing itu, mengajak Samad agar bersedia hidup bersamanya. Waktu itu Samad memang tinggal di rumah Haji Karim dan istrinya yaitu Sayu. Namun paginya secara diam-diam Samad meninggalkan rumah Haji Karim. Dia pergi entah kemana, sementara Haji Karim dan keluarganya hidup tenteram dan damai di kampung.

Unsur intrinsik novel anak perawan di sarang penyamun
a). Tema.
Perubahan sikap orang yang dari buruk menjadi baik.
b). Amanat.
Dalam cerita ini bahwa sejahat-jahatnya orang pada akhirnya ia sadar apa yang ia lakukan itu selama ini salah,dan bertaubatlah dalam perbuatan yang sangat kejam itu menjadi berbuat baik.
c). Alur.
Alur maju sebab suatu sikap yang buruk menjadi yang baik.
d). Tokoh.
- Lima para Penyamun : Medasing, Tusin, Amat, Sohan, Sanip.
- Haji sahak dan nyai hajjah andun.
- Sayu anak dari haji sahak.
- Samad.
e). Latar.
Dalam cerita ini latar yang diambil adalah tempat yang berada ditengah hutan yang belantara, dan tempat lainnya itu palembang.
f). Sudut Pandang.
Menceritakan tentang lukisan alam yang hidup, menggambarkan hutan belantara yang sangat luas dan kebesaran Allah yang menciptakannya.
g). Gaya Penulisan.
Dalam gaya bahasa yang digunakan sanngat menarik dan gaya bahasa yang hidup dan lincah seperti anak air di pegunungan.
Unsur ekstrinsik novel anak perawan di sarang penyamun
Biografi pengarang
Sutan Takdir Alisyahbana

Sutan Takdir Alisyahbana adalah motor dan pejuang gerakan pujangga Baru. Dia dilahirkan di Natal, Tapanuli Selatan, puda tanggal 11I Pebruari 1908. Buku roman pertamanya adalah Tak putus Dirundung Malang yang diterbitkan oleh Balai Pustaka, tempat dia bekerja.
Mula-mula Sutan Takdir Alisyahbana bersekolah di HD Bangkahulu, kemudian melanjutkan ke Kweekschool di Muara Enim, dan HBS di Bandung. Setelah itu, ia melanjutkan ke perguruan tinggi, yaitu RHS ( Recht HogeSchool) di Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum).
Selain itu, Takdir mengikuii titiatrtentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan filsafat. Peranan Sutan Takdir Alisyahbana dalam bidang sastra, budaya, dan bahasa sangat besar. Ia telah menulis beberapa judul buku yang berhubungan dengan ketiga bidang tersebut. Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisannya Tak Putus Dirundung Malang (1929). Disusul dengan karyanya yang lain, yaitu Diam Tak Kunjung padam (1932), Layar Terkembang 1936, Anak Perawan di Sarang Penyamun (1941l), Grotta Azzura (1970), Tebaran Mega, Kalah dan Menang (1978), Puisi Lama (1941), dan puisi Baru (1946). Karyanya yang lain yang bukan berupa karya sastra ialah Tata bahasa Bahasa Indonesia (1936), Pembimbing ke Filsafat (1946), Dari perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957), dan Revolusi Masyarikat "dan Kebudayaan di indonesia (1966).
Salah satu karyanya yang mendapat sorotan masyarakat dan para peminat sastra yaitu Layar Terkembang. Novel ini telah mengalami cetak ulang beberapa kali. Selain itu, Layar Terkembang merupakan cerminan cita-citanya. Dalam novel ini Takdir merenuangkan gagasannya dalam memajukan masyarakat, terutama gagasan memajukan peranan kaum wanita. cita-cita Takdir digambarkannya melalui tokoh Tuti sebagai wanita Indonesia yang berpikiran maju yang aktif dalam pergerakan wanita. Layar Terkembang merupakan puncak karya sastra Pujangga Baru.

3 komentar: